Sabtu, 19 Maret 2011

Notulensi seminar online imuska (2011-02-20) Rumahku surgaku, istriku bidadariku. Merancang dan menjalani pernikahan sesuai syari'ah

Oleh: Ustadz Syarwat Lc. dan Ustadzah Aini Ariyani M.Hum, LMb


Pembagian harta penting untuk diketahui, bahwa sebenarnya suami wajib memberi harta untuk istrinya tetapi tidak berlaku hukum sebaliknya. Artinya suami berkewajiban memberi makanan, pakaian, dan lain-lain pada istrinya. Bahwa kemudian istri ingin memasak, mencuci dan sebagainya maka hal itu adalah bentuk keridho’an istri. Tetapi jika istrinya tidak ingin melakukannya, maka sebenarnya kewajiban itu adalah milik suami, dan memang istri tidak berkewajiban untuk melakukannya. Seorang istri kedudukannya sangat mulia dalam Islam. Jika pun istri bekerja, maka hartanya adalah untuk dirinya sendiri tidak bisa untuk suaminya. Dia tidak berkewajiban utuk menafkahi suami.

Uang suami sebagiannya adalah milik istri. Jumlahnya adalah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Pun jika terjadi perceraian, harta istri tetap harta istri, tidak boleh dicampur dengan harta gono-gini. Dalam Islam tidak dikenal harta gono-gini, itu adalah budaya. Jadi ketika suami istri punya harta yang di-share bersama, maka pembagiannya harus jelas antara harta suami dan harta istri. Tidak ada istilah percampuran antara harta suami dan istri tetapi harta suami memang sebagiannya harus dipakai untuk menafkahi istri. Jika keduanya bercerai, maka harta yang dibawanya adalah harta mereka masing-masing.


Hak dan kewajiban suami dan istri,
1.Saling menghormati
2.Saling menolong dalam mengerjakan kebaikan

Hak-hak istri yang harus dipenuhi suaminya:
1.Mahar, harta sepenuhnya istri yang bisa dibelanjakan semaunya dan tidak bisa digunakan untuk kepentingan suaminya. Jika suami membayar maharnya dengan berhutang maka suami wajib membayarnya dan istri wajib menuntutnya.
2.Mendapatkan makanan dari suami
3.Mendapatkan pakaian
4.Tidak dipukul wajahnya oleh suami
5.Tidak ditinggalkan melainkan di dalam rumah.

Hak-hak suami yang bisa diperoleh dari istri:
1.Istri menaati suami
2.Istri menjaga diri dan harta suami saat suami tidak ada di rumah
3.Istri menolong suami dengan pertolongan yang baik
4.Mendidik istrinya/ mengingatkan kewajibannya sebagai istri

Pertanyaan:
1.Sebagai ibu RT yang baru berkiprah dalam rumah tangga seringkali dilanda kebosanan atas pekerjaan rumah yang menyita waktu. Mungkin karena dulu sibuk mengasah otak dalam kuliah dan pekerjaan sehingga ada kekhawatiran tidak amanah pada ilmunya yang dulu pernah diemban. Kadang terbersit penyesalan seperti itu, padahal kalau dipikir menjadi ibu rumah tangga kan pahalanya besar. Perasaan ini sering menimbulkan dilema bagi ibu RT yang ingin mengaktualisasikan diri, terlebih bagi yang tinggal di LN yang kesempatannya terbatas. Bagaimana cara mengatasi hal ini?

--> Menjadi ibu RT itu sebenarnya bukan pekerjaan yang perlu kerja keras seperti para pembantu. Dilihat dari segi hukumnya juga bukan merupakan kewajiban seorang istri. Jadi jika mau mengerjakan pekerjaan RT ya boleh, silahkan, tetapi jika tidak mau, ya tidak mengapa. Jika dahulu istri adalah anak orang kaya yang terbiasa dilayani oleh pembantu, maka tidak benar jika harus mengubah gaya hidupnya untuk mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga.


2.Seringakali saya melihat dan merasakan saat mengasuh anak, batita itu menyita waktu sekali, sampai-sampai mempengaruhi ruhiyah sang ibu. Contohnya: tidak sempat tilawah, susah shalat khusyu’, sulit menambah hafalan. Harapannya suami bisa membantu menguatkan ruhiyah. Bagaimana cara membangun sense itu kepada suami karena mungkin banyak juga kasus yang suami tidak aware dengan kondisi istrinya yang dikeluhkan selalu ngomel dan marah, tidak melihat akar masalahnya di mana. Jadi catatan juga bagi ibu RT di luar negeri yang tidak punya pembantu. Mohon jawabannya.

-->Itulah mengapa suami dan istri, masing-masing harus mengetahui hak-hak dan kewajibannya masing-masing. Merawat anak pun sebenarnya adalah kewajiban suami. Jika seorang istri tidak mau merawat anaknya pun, sebenarnya boleh-boleh saja. Pun jika si istri mau menyusui dengan syarat, seperti itu juga tidak dilarang. Intinya merawat anak adalah kewajiban suami dan istri tidak boleh dipaksa karena ini bukan kewajibannya. Tetapi, jika istri yang tidak merawat anaknya itu akan membuat suami tidak ridho terhadap istrinya, ini yang menjadi masalah. Jadi lakukan saja komunikasi dengan suami, jelaskan dengan baik-baik, bahwa merawat anak adalah kewajiban suami. Istri hanya membantu suami. Harus ada komunikasi antara suami dan istri.
Tadi disebut bahwa di luar negeri jika mau menyewa pembantu sangat mahal. Jadi begini, maka dia bisa menyewa istrinya sebagai pembantu. Tapi professional, yaitu dengan nilai yang sama dengan membayar pembantu. Karena merawat anak adalah kewajiban suami, maka suami bisa memberikan uang kepada istri, jadi istri akan merasa mendapat sesuatu dari pekerjaan di rumahnya.


3.Mau Tanya terkait hadist: Dari Aisyah ra, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasullalah siapa orang yang paling besar haknya di atas seorang wanita? Rasul menjawab “Suami wanita itu”. Aku bertanya lagi, siapa yang paling besar haknya atas seorang laki-laki? Rasul menjawab “Ibu laki-laki itu”. Terkait hal uang suami ketika dibelanjakan, hadis ini menjadi alasan untuk memberikan uang tersebut pada ibu si suami. Pertanyaannya, lalu bagaimana dengan ibu si istri? Karena terkadang perempuan terhalang untuk mencari nafkah karena kesibukan menjadi ibu rumah tangga. Terlebih untuk perempuan yang ada tanggungan terhadap keluarganya, sedangkan ia bisa jadi tidak diijinkan oleh suaminya bekerja karena anak-anak masih kecil dan beberapa alasan syar’i yang lain.

-->Bahwa yang lebih berhak dari seorang laki-laki adalah ibunya, ini juga benar. Dalam masalah nafkah tidak ada kewajiban anak menafkahi orang tuanya, tetapi anak wajib taat kepada orang tua. Kalau kepada istri, suami wajib memberi uang, tapi tidak wajib taat untuk mematuhinya.


4.Apakah dalam pernikahan, suami-istri harus selalu terbuka dalam segala hal. Atau bolehkah ada hal-hal yang disembunyikan dari pasangannya. Dan atau akan diberitahukan pada waktu yang tepat. Karena terkadang saumi dan istri punya prinsip yang berbeda. Misalnya istri berprinsip bahwa semua permasalahan harus diselesaikan pada saat itu juga. Lain halnya dengan suami yang menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya. Tetapi ini terkadang malah menjadi masalah baru. Karena istri merasa tidak dihargai sebab tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, atau justru merasa digurui. Sebaliknya, suami berpendapat bahwa mungkin lebih baik jika pengambilan keputusan tidak melibatkan istri. Terima kasih atas jawaban dan nasehatnya.

→ tentu tidak benar jika suami dan istri harus selalu terbuka. Jadi tidak perlu menyampaikan sesuatu yang menyinggung perasaan. Bahkan boleh juga bohong, jika itu akan menambah kebaikan. Sesuatu yang benar jika disampaikan dengan cara yang kurang baik, bisa juga akan menyinggung perasaan orang lain. Untuk pengambilan keputusan, itu dikembalikan ke pasangan itu sendiri. Intinya kembali lagi kepada prinsip komunikasi yang baik.


5.Apakah di dalam Islam seorang muslimah boleh meminang laki-laki muslim?

→ kalau masalah boleh, boleh saja. Tetapi wanita tidak punya fitrah untuk itu, meskipun ada pula yang berani. Jadi lebih baik keinginannya itu disampaikan lewat orang lain. Bisa juga mencontoh Khadijah yang menyampaikan lamarannya terhadap Rasulullah melalui anak pamannya. Hanya saja perlu diatur etika dan teknisnya.


6.Bagaimana Islam memandang wanita muslimah yang memutuskan untuk tidak menikah seumur hidupnya?

→ sebaiknya menikah, karena menikah adalah fitrah dan untuk kemaslahatan manusia.


7.Kalo kita perhatikan kan banyak wanita muslimah yang sulit mendapatkan jodoh. Sedangkan umur segera bertambah. Bagaimana menjaga perasaan istiqomah untuk tetap berusaha mencari jodoh?

→ 1. Menikah jangan memikirkan umur. Jodoh bisa ditemukan di usia yang mana saja. 2. Sekarang sudah jaman internet, tidak salah pula jejaring sosial untuk menjalin pertemanan dan saran bertemu dengan jodoh. Bisa juga lewat pengajian dan organisasi kemasyarakatan yang lain.


6.Adakah batasan sesuai syariah untuk berhubungan dengan istri, misal dirapel 4 bulan sekali.

→ ada ketentuan tetapi sifatnya bukan wahyu, hanya langkah secara realitas saja. Disesuaikan dengan kondisi yang ada.


7.Dari suami dan istri, lebih banyak kewajiban suami dari pada haknya. Sepertinya terkesan tidak ada cinta di antara mereka. Bagaimana cara pandang keduanya agar selalu sama-sama pengertian?

→ memang dari segi hukum Islam sangat memuliakan wanita. Kewajiban suami lebih banyak dari pada haknya terhadap istri. Tetapi jika kita bicara dari sisi yang lain, pasti ada. Walaupun sama-sama mencintai, mereka harus tahu yang mana hak dan kewajiban agar rasa cinta itu tidak buta.


8.Bagaimana tips agar segera memiliki istri?

→ kriteria dalam memilih istri jangan terlalu ketat, dan jangan terlalu takut untuk menyegerakan.


Seminar ini bukan bermaksud untuk memprovokasi para istri untuk meminta bayaran pada suaminya. Jadi memang kewajiban seorang istri itu harus melayani kebutuhan suami saja. Yang lainnya adalah kewajiban suami. Tetapi dengan mengurus semua hal di dalam keluarga, seorang istri juga telah berbuat baik pada suaminya dengan meringankan bebannya. Seorang istri yang dengan ikhlas membantu kewajiban suaminya, maka dia insya Allah akan masuk surga dari pintu yang mana saja.

Seorang suami yang sudah merupakan kewajibannya mengurus seluruh kebutuhan di rumah, harus dengan ikhlas juga membantu pekerjaan istri di rumah. Artinya suami sadar bahwa apa yang dilakukan istri itu semata-mata karena ikhlas membantu meringankan kewajiban suami.


-dengan editing seperlunya-

Tidak ada komentar: