Rabu, 08 Juni 2011

I’m Muslim Wherever I am

oleh: Elvira Fidelia Tanjung, Jinju (Juara II Lomba Esai PPM-Imuska)


سْتَجِيبُوا لِرَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لاَ مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللهِ مَا لَكُمْ مِنْ مَلْجَأٍ يَوْمَئِذٍ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَكِير

Patuhilah seruan Tuhan kalian sebelum datang suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kalian tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak pula dapat mengingkari (dosa-dosa kalian)
(QS Asy-Syura [42]: 47)

Mematuhi perintah Tuhan seperti yang dituliskan dalam penggalan ayat di atas, adalah kewajiban bagi setiap muslim manapun yang memilih Islam sebagai agamanya. Ini juga dapat dikatakan sebagai seruan untuk menjaga agama kita dimanapun kita berada. Indonesia sebagai salah satu negara yang mengakui lima agama dapat menjunjung tinggi nilai-nilai beragama, saling hormat-menghormati dan memberikan kebebasan beragama. Siapapun bebas memilih agama yang sesuai dan benar-benar diyakini.

Berbeda dengan Korea, salah satu negara maju Asia ini tidak mengenal agama. Ada lelucon yang mengatakan bahwa di Korea ada 20 Tuhan. Ada banyak agama di Korea, anatara lain agama yang banyak penganutnya adalah Kristen, Katolik dan Budha (selain itu ada Dogyo, Islam, Hindu, dan agama lain dengan penganut yang lebih sedikit)[1].

Bagi negara-negara yang mengakui lebih dari satu agama, pemerintah sudah memiliki kebijakan dan peraturan dalam membina kehidupan dan kerukunan bergama. Keputusan maupun kebijakan pun tidak melulu mengikuti hukum suatu agama. Lain hal nya dengan negara-negara Islam, yang hanya mengakui Islam sebagai agamanya dan memberlakukan segala kebijakan dan peraturan sesuai hukum Islam. Setiap warga negara yang terlahir, otomatis beragama Islam, tanpa ia pahami apa itu Islam. Mungkin ini juga terjadi pada kita warga Indonesia yang juga terlahir dengan agama mengikuti orang tua. Termasuk saya yang terlahir dari keluarga Islam, dan hingga saat ini Alhamdulillah beragama Islam.

Ada beberapa hal yang membuat saya berpikir “apakah seharusnya kita mengerti dan memahami dulu semua agama, lantas memilihnya satu sebagai agama yang kita yakini?”. Tentunya ini akan lebih adil, atau jika memang kita terlahir sebagai Islam, maka seharusnya tak melulu membenarkan segala pernyataan tentang Islam, melainkan mencari pembenaran itu, mendalami Islam dan lantas meyakini dan merasakannya dalam setiap tarikan nafas. Mungkin ini akan dijalani dengan baik bagi sebagian orang dan tidak ada rasa menyesal atau terpaksa dalam menjalankannya.

“Menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya” berlaku dimanapun kita berada meski dalam Qur’an juga disebutkan dalam surat An-nisa ayat 59 “hai orang-orang yang beriman, taatilah ALLAH dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu ...” bukan semata kita harus mengikuti dan menghormati pemimpin di antara kita atau pemimpin di antara orang-orang beriman. Tentu saja kita mengikuti dan menghargai setiap pemimpin kita, namun kita bisa menegur atau memilah-milah bahagian mana yang bertentangan dengan Islam atau tidak.

Hal ini juga sering dijumpai dan dijadikan pegangan oleh banyaknya muslim yang terjebak dalam penafsiran yang salah dan dangkalnya pengetahuan mereka akan Islam sebagai agama yang “katanya” mereka yakini. Banyak kasus kesalahpahaman ini terjadi, dan sangat disayangkan sekali jika ini terjadi dikalangan pelajar yang notabene berilmu namun ternyata tidak cukup mengenal dan memahami agamanya.

Salah satu contoh adalah dilarangnya mengenakan cadar di Perancis, negara ini memang sedikit lebih keras dan telah mengeluarkan peraturan tertulisnya melarang keras wanita “bercadar” bukan “berjilbab” ditempat umum dan akan dikenakan denda sebesar 150 euro [2]. Namun terkadang hal ini dijadikan alasan oleh sebahagian pelajar Indonesia untuk membuka jilbab mereka saat mencecahkan kaki di negara yang justru termasuk salah satu negara dengan umat Islam terbanyak di Eropa [3].

Lantas bagaimana dengan Korea? Korea bukan negara yang notabene mengenal agama, bukan pula negara yang melarang keras penduduknya untuk memiliki agama. Lantas apa yang menjadi alasan para muslimah melepas jilbab nya saat berpindah ke negeri ginseng ini? Setiap lingkungan baru pasti butuh penyesuaian dan akan ada banyak masalah disana. Namun bukan berarti kita lantas hanya berserah tanpa melawan masalah dan menyelesaikan dengan kepala dingin. Saya juga menjumpai banyak masalah ketika pertama kali mengisi setiap lekuk paru ini dengan oksigen negeri kimchi. Mulai dari sulitnya mendapatkan makanan halal hingga selama sebulan saya harus rajin mencari “aneka masakan telur” lewat google.com belum lagi ratusan mata yang menatap saya aneh dengan jilbab saya saat musim panas datang, jadwal kuliah yang mengisi setiap jadwal shalat, atau harus menahan lapar saat berbuka puasa sementara harus presentasi di kelas dengan professor yang kejam. Sangat banyak masalah jika kita mau meniliknya, namun alhamdulillah semuanya benar-benar terlewatkan. Justru yang membuat saya risih adalah sikap aneh yang justru berasal dari mereka yang “mengaku muslim”, Astaghfirullah.

Banyak teman-teman muslim yang benar-benar menjiplak adat dan kebiasaan orang Korea tanpa menyaringnya terlebih dulu. Mereka sangat memahami Islam, mereka akan mengeluarkan dalil-dalil yang mereka tahu dan mengucapkannya dengan sangat fasih. Namun lagi-lagi tak mampu diterapkan pada diri mereka sendiri. Mereka meminum alkohol meski tahu alkohol itu haram hukumnya meski hanya setetes. Mereka mengatas namakan cuaca dan memilih menghangatkan tubuh mereka dengan aliran alkohol ditubuhnya daripada sekedar berselimut atau berada di depan perapian.

Saya pernah bekerja paruh waktu sebagai penjual makanan halal. Seperti biasa, pekerjaan ini hanyalah mengantarkan pesanan belanjaan sebagian orang-orang yang jauh dari pusat-pusat penjualan makanan halal. Bos kami (saya dan rekan saya) berasal dari Bangladesh. Subhanallah sekali rasanya, beliau orang yang taat beragama, kedu bibirnya tak lepas dari kalimat-kalimat yang santun dan puji-pujian pada ALLAH, telinga dan matanya selalu melihat dan mendengar tausyiah kalimatullah dari vcd yang selalu ia putar di mobilnya ketika kami menuju tempat-tempat dimana para konsumen kami menanti. Suatu hari saya hanya bekerja sendiri karena teman saya sakit, lantas apa yang terjadi? Entah iblis dari mana yang saat itu menguasai pikirannya, mobil yang melaju kencang di high way itu lantas membelok dan berhenti tepat di depan sebuah motel kecil. Sepi, dan tak banyak mobil yang berlalu lalang di penghujung jalan tol itu. Ia berniat mengajak saya untuk istirahat sejenak di salah satu kamar hotel. Hanya ALLAH yang saya harap dapat memberikan saya kekuatan saat itu, saya berlari sekencang-kencangnya sesaat setelah ia menaiki anak tangga. Subhanallah, ALLAH masih menjaga saya, saya menemukan taksi di ujung jalan dan berhasil kembali ke asrama kampus dengan uang yang tersisa hari itu.

Ternyata bibir manis yang selalu memuji ALLAH dan telinga yang selalu mendengar kalimatullah itu belum tentu bisa sama dan sesuai dengan hati yang dangkal akan ilmu agama.

Berbeda dengan beberapa orang yang saya temui di sekitar masjid di Itaewon-Seoul. Mereka juga tak kalah baik dengan sang bos sebelumnya, kata-kata manis, tasbih yang selalu terselip di jemari mereka, jubah panjang menutup aurat, janggut tebal dan untaian doa yang selalu diucapkan saat bertemu muslim lainnya. Subhanallah, sejuk hati ketika mendengarkan cerita dan doa-doa mereka terhadap sesama muslim. Lagi-lagi mereka tak beragama dengan hati mereka, dengan masih mengajak kencan gadis Korea, atau bahkan seorang muslimah.

Mereka mengotori semua kebaikan sebelumnya hanya dengan pikiran kotor mereka untuk sekedar merayu atau malah menyetubuhi mereka yang bukan hak nya. Malu memang, sangat malu melihat perilaku muslim dan muslimah yang tidak dapat bertanggungjawab dengan kata-kata mereka “I’m muslim”.

Kebanyakan yang saya temui mereka berasal dari negara-negara Islam. Ini mengapa saya beranggapan, agama itu harus di pahami, benar-benar diyakini setelah kita mencari tahu dan memahaminya dengan sebaik-baik ilmu, agar tidak melakukan segala sesuatunya dengan terpaksa.

Mungkin mereka terpaksa melakukan semua kebaikan di negaranya dimana semua orang melakukan hal baik yang sama. Akan terlihat aneh dan menjadi minoritas pasti jika mereka tidak melakukannya. Inilah mengapa saat mereka berhijrah ke suatu negara dengan kebebasan untuk melakukan apapun bahkan bebas untuk tak ber Tuhan, mereka pun seolah bak seekor singa yang keluar dari kandangnya. Liar, dan melakukan segala yang mereka mau, segala yang dilarang di negara mereka.

Siapa pengisi klub malam di Seoul kalau bukan mereka para bangsa Arab yang memiliki banyak uang. Siapa yang suka bermain wanita kalau juga bukan mereka bangsa Arab, Pakistan, India, Bangladesh dan negara muslim lainnya.

Dont judge a book by its cover memang benar, tidak selamanya mereka yang berpenampilan bak seorang ustad atau paham agama bisa benar-benar menutup hati nya dari segala godaan duniawi. Banyak juga muslimah yang gagal mempertahankan jilbabnya di Korea yang sama sekali tidak melarang mereka untuk berjilbab bahkan bercadar. Mereka membuka jilbabnya dan mengenakan pakaian mini layaknya gadis Korea. Mereka seolah tidak merasa aneh atau malu untuk membuka aurat yang selama ini mereka tutup. Seperti banyaknya teman-teman yang aneh dengan status virgin seorang gadis di usia mereka yang mencapai 20-an. Mereka pun seolah terbuai dengan pria-pria asing bertubuh perkasa dan berwajah tampan, dan menorehkan status “unvirgin” mereka di negeri Ginseng ini. Astaghfirullah, semoga ALLAH mengampuni mereka dan kita semua.

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi ini ...” firman ALLAH dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 ini menjelaskan peran manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Apakah kita semua adalah khalifah? Benar, kita semua adalah khalifah setidaknya untuk diri kita sendiri. Menjadi pemimpin yang dapat menguasai diri kita sendiri dengan sebaik-baiknya, menguasai hati, pikiran dan perilaku kita sebagai umat-Nya yang beragama. Mereka, saudara-saudara kita yang “telah gagal” menjadi khalifah bagi dirinya sendiri.

Salah menafsirkan, salah menempatkan apakah itu firman ALLAH dalam Qs. An-Nisa; 59 atau hanya sekedar pepatah melayu “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”?. Alhamdulillah, bagi saya dan saya harap bagi siapapun, “bangga menjadi Islam dimanapun berada”.

Di saat berpuluh-puluh orang Korea mengucapkan syahadat nya karena keyakinan mereka akan Islam, kita yang mengerti Islam dan terlahir sebagai seorang muslim malah menodai agama ini dengan hawa nafsu yang tak terbendung. Kenali, pelajari, hayati, pahami, rasakan, dan jalanilah Islam sebelum kita lantang menyuarakan “I’m Muslim” dan bertanggungjawablah atas apa yang telah kita pilih.

Korea telah membuka mata saya dan memberikan banyak pengalaman berharga dan membuat saya bangga terlahir sebagai muslimah. “I’m muslim wherever I’am”. May ALLAH always guide us and all of muslims in the world in the right path, Aamiin.



Referensi :
1. Chung Su-jin, “Tuhan – Dua dunia” KOICA-PERPIKA 2005
2. Republika, “kasus pertama, polisi Perancis denda perempuan mengenakan cadar di pusat perbelanjaan” 12 April 2011
3. Lhaj Thami Breze (ketua Organisasi Persatuan Islam di perancis), UOIF 2007

Tidak ada komentar: